Minggu, 12 Juni 2011

Matematika dalam diriku

Matematika sangat berarti bagiku, apapun tak bisa kulakukan tanpa matematika. Segala kehidupan di dunia ini tidak bisa terpisah dari matematika. Pada awalnya, matematika terkesan mengerikan bagiku. Hanya ada simbol-simbol yang hanya akan menambah kepusingan untukku, pusing dengan hitungan-hitungan yang rumit dengan rumus yang bejibun banyaknya. Padahal sebenarnya kita bisa mempermudahnya dengan cara kita. Membuat rumus sendiri yang mempermudah kita dalam memahaminya. Dengan begitu, kita juga bisa disebut sebagai sejarahwan matematika. Matematika dalam diriku merupakan konsep diriku. Banyak yang kita pelajari dari matematika. Berpikir rasional, menginvestigasi masalah dengan logika.
Pythagoras beranggapan bahwa bilangan itu magic karena baginya bilangan itu penting. Dia mengatakan bahwa bilangan itu mengatur agama karena bisa sebagai pedoman yang pada saat itu memang belum ada agama. Matematika itu bisa mnegubah mitos menjadi logos. Thales berpendapat bahwa bumi terbuat dari air, tetapi pendapat tersebut tentu saja tidak mutlak benar karena banyak pendapat lain bermunculan yang mengatakan bahwa bumi itu terbuat dari tanah bahkan benda. Pada zaman yunani, ada mitos mengatakan bahwa pelangi itu adalah jembatan bagi bidadari yang akan turun ke bumi. Tentu saja hal itu tidak benar karena sesungguhnya pelangi itu bukanklah jembatan melainkan pembiasan sinar menjadi berbagai macam warna yang semula hanya berwarna putih. Sebenarnya mitos dan logos itu berkaitan, maka dari itu kita tidak bisa mengesampingkan religi.
Jika kita berpikir vertikal. Matematika dalam spiritual, normatif, formal, dan material. Material misalnya, balok untuk anak SD selalu berwarna tetap sedangkan bagi orang dewasa balok itu tidak berwarna. Formal misalnya, 2+3 = 5. Normatif misalnya, 1+1 tidak harus sama dengan 2, jika kita sangkutkan dengan keluarga 1 ibu ditambah 1 ayah akan menghasilkan 3 anak. Spiritual misalnya, x/~ = 0 yang artinya sebesar-besarnya dosa yang telah kita perbuat jika dibagi dengan permohonsn apapun yang tak terhingga mudah-mudahan saja Tuhan mengampuni dosa kita atau menjadi bersih. Contoh lain, x0 = 1 sebanyak-banyaknya usaha kita jika dilakukan dengan ikhlas maka akan menghasilkan suatu hasil yang memuaskan.
Plato juga memberi arti yang sangat besar bagi matematika. Dia menerapkan ilmu bahwa matematika itu ada di dalam pikiran kita masing-masing. Matematika tidak lain adalah ide. Matematika dengan cara abstraksi dan idealisasi. Abstraksi artinya mempelajari yang penting, sedamgkan idealisasi maksudnya adalah menganggap sempurna sifat yang ada seperti halnya lurus benar-benar lurus. Matematika itu ide atau pengalaman? Menurut plato memandang matematika sebagai ide,sedangkan menurut pendapat Emanuel Khan matematika itu adalah rasio. Antara rasio dan pengalaman harusnya digabungkan, itulah matematika.
Matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang hitung menghitung secara sistematis dan objektif dan yang berhubungan dengan angka,ilmu matematika sangat banyak berguna bagi manusia dalam hal apapun .tanpa kita sadari kita selalu menggunakan ilmu mtematika tersebut karena salah satu karateristik matematika tersebut adalah diterapkan atau diaplikasikan dalam bidang ilmu lain maupun dalam kehidupan sehari-hari. salah satu contoh adalah matematika sebagai ilmu deduktif hal ini matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan (induktif).meskipun untuk membantu pemikiran pada tahap-tahap permulaan seringkali kita membutuhkan bantuan. Ada juga matematika yang digunakan sebagai ilmu yang berstruktur dan pola keteraturan yang terorganisir unsur-unsur yang tidak didefinisikan meliputi titik, garis dan bidang. Titik dalam matematika diasumsikan ada tetapi tidak dalam suatu kalimat menjelaskan. Demikian dalam garis dan bidang.
Dunia itu bersifat tetap, sebagai bukti bahwa manusia dari dulu sampai sekarang tetap mempunyai kepala satu. Kecuali yang kelainan fisik,kontradiksi dalam bentuk fiksi itu namanya anomali yang bertolak belakang dengan hukum alam. Matematika harus lebih di mengerti dengan mempelajari material matematika guna dipratekkan di kegiatan yang lain selain sebagai guru. Material matematika ini terikat dalam ruang dan waktu.
Perkembangan matematika pada abad pertengahan di Eropa seiring dengan lahirnya Leonardo dari Pisa yang lebih dikenal dengan julukan Fibonacci (artinya anak Bonaccio). Bonaccio sendiri artinya anak bodoh, tapi dia bukan orang bodoh karena jabatannya adalah seorang konsul yang wewakili Pisa. Jabatan yang dipegang ini membuat dia sering bepergian. Dihadapan banyak ahli dan melakukan tanya-jawab dan wawancara langsung, Fibonacci memecahkan problem aljabar dan persamaan kuadrat. Pertemuan dengan Frederick dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh ahli-ahli tersebut, dibukukan dan diterbitkan tidak lama kemudian. Tahun 1225 dia mengeluarkan buku Liber Quadrotorum (buku tentang Kuadrat) yang dipersembahkannya untuk Sang raja. Dalam buku itu tercantum problem yang mampu mengusik “akal sehat” matematikawan yaitu tentang problem kelinci beranak-pinak. Pertanyaan sederhana tapi diperlukan kejelian berpikir. “Berapa pasang kelinci yang akan beranak-pinak selama satu tahun. Diawali oleh sepasang kelinci, apabila setiap bulan sepasang anak kelinci menjadi produktif pada bulan kedua”.
a.Akhir bulan kedua, mereka kawin dan kelinci betina I melahirkan sepasang anak kelinci beda jenis kelamin.
b.Akhir bulan kedua, kelinci betina melahirkan sepasang anak baru, sehingga ada 2 pasang kelinci.
c.Akhir bulan ketiga, kelinci betina I melahirkan pasangan kelinci kedua, sehingga ada 3 pasang kelinci.
c.Akhir bulan keempat, kelinci betina I melahirkan sepasang anak baru dan kelinci betina II melahirkan sepasang anak kelinci, sehingga ada 5 pasang kelinci.
Akan diperoleh jawaban: 55 pasang kelinci. Bagaimana bila proses itu terus berlangsung seratus tahun? Hasilnya (contek saja): 354.224.848.179.261.915.075. Apakah ada cara cepat untuk menghitungnya? Di sini Fibonacci memberikan rumus bilangan yang kemudian dikenal dengan nama deret Fibonacci.
Terdapat perselisihan tentang apakah objek-objek matematika hadir secara objektif di alam menurut kemurnian logikanya, atau apakah objek-objek itu buatan manusia dan terpisah dari kenyataan. Seorang matematikawan benjamin Peirce menyebut matematika sebagai "ilmu yang menggambarkan simpulan-simpulan yang penting". Albert Einstein, di pihak lain, menyatakan bahwa "sejauh hukum-hukum matematika merujuk kepada kenyataan, mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar